Smartphone meledak karena baterai bermasalah menjadi hal yang menakutkan bagi pengguna.
Penggunaan baterai lithium-ion pun mulai diperhatikan. Saat ini jenis baterai tersebut masih menjadi standar yang dipakai untuk smartphone, tetapi tetap tak menjamin perangkat akan aman dari ledakan.
Oleh karenanya, baru-baru ini sekelompok ilmuwan mencoba mengembangkan elektrolit baterai berbasis air. Solusi ini diyakini akan mampu menghasilkan baterai smartphone yang lebih aman dibandingkan lithium-ion.
Mengutip laman Ubergizmo, Sabtu (9/9/2017), para
ilmuwan merealisasikannya menggunakan garam berkonsentrasi tinggi yang
akan membantu menghasilkan lapisan pelindung elektroda. Dengan begitu,
pelindung elektroda tersebut akan membantu elektroda menahan lebih
banyak energi.
Sayangnya, saat ini baterai aman yang dimaksud masih dalam tahap perkembangan awal, sebab masalah utama baterai ini adalah elektrolitnya yang tidak bertahan lama. Disebutkan, jumlah pengisian baterai (proses charging) yang dapat dilakukan terhadap baterai ini hanya sekitar 70 siklus.
Artinya, jika sebuah perangkat menggunakan baterai dengan elektrolit berbasis air--yang lebih aman dibandingkan lithium-ion--hanya akan bisa bertahan selama kurang lebih 2 bulan. Sementara, baterai lithium-ion bisa bertahan untuk ratusan siklus pengisian daya.
Bisa dibilang, banyak perangkat masih akan tetap memilih baterai lithium-ion ketimbang baterai dengan elektrolit berbasis air karena terkait masa pakainya.
Salurkan pendapat melalui kolom komentar dan subscribe untuk berlangganan gratis !
Penggunaan baterai lithium-ion pun mulai diperhatikan. Saat ini jenis baterai tersebut masih menjadi standar yang dipakai untuk smartphone, tetapi tetap tak menjamin perangkat akan aman dari ledakan.
Oleh karenanya, baru-baru ini sekelompok ilmuwan mencoba mengembangkan elektrolit baterai berbasis air. Solusi ini diyakini akan mampu menghasilkan baterai smartphone yang lebih aman dibandingkan lithium-ion.
Sayangnya, saat ini baterai aman yang dimaksud masih dalam tahap perkembangan awal, sebab masalah utama baterai ini adalah elektrolitnya yang tidak bertahan lama. Disebutkan, jumlah pengisian baterai (proses charging) yang dapat dilakukan terhadap baterai ini hanya sekitar 70 siklus.
Artinya, jika sebuah perangkat menggunakan baterai dengan elektrolit berbasis air--yang lebih aman dibandingkan lithium-ion--hanya akan bisa bertahan selama kurang lebih 2 bulan. Sementara, baterai lithium-ion bisa bertahan untuk ratusan siklus pengisian daya.
Bisa dibilang, banyak perangkat masih akan tetap memilih baterai lithium-ion ketimbang baterai dengan elektrolit berbasis air karena terkait masa pakainya.
Salurkan pendapat melalui kolom komentar dan subscribe untuk berlangganan gratis !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar